Senin, 28 November 2011

Foto : “Kenangan Terakhir” di Golden Gate, Tenggarong.



“Siapa kira, siapa duga, terjadi dengan tiba-tiba”, ungkapan itu mungkin selalu kita dengar jika kita berada di Kota Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim saat ini, yaa… di kota yang terkenal kota paling kaya di Indonesia dengan pendapatan APBD lebih dari 4,6 Triliun/Tahun dikejutkan dengan robohnya jembatan utama yang menghubungkan Tenggarong hulu dan Tenggarong seberang yang juga menjadi jalur utama menuju kota yang kaya akan batu bara itu dari ibukota propinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Mendengar berita mengejutkan itu serasa hati ini bisa merasakan apa yang dirasakan disana, yaa…jika saya memutar kilas balik satu tahun yang lalu mungkin saya bisa merasakan kesedihan secara real. dua kali saya pernah datang kesana saat malam dan pagi hari, memandang, menjelajahi, dan menikmati indahnya jembatan terpanjang di Indonesia itu sembari melihat luasnya sungai Mahakam yang membelah kota, terlihat gemerlapnya lampu hias di sepanjang jembatan dan terlihat pula pulau kumala yang juga tak kalah indah dengan hiasan-hiasan yang juga di jadikan area wisata outbound dan bahari.
Pertama saya datang kesana saat malam tahun baru 2011 bersama teman saya, meskipun kami berada di samarinda tapi kami memilih ke tenggarong karna kata teman saya memang suasana tenggarong malam hari jauh lebih indah tinimbang di samarinda, itu adalah pertama kalinya saya datang ke kota yang masih luhur akan adat budaya kutai-nya. Disana kami menghabiskan waktu mengelilingi kota itu dan melewati jembatan yang juga terkenal dengan jembatan gerbang raja tersebut, selain hanya berjalan-jalan di sekitar jembatan kami juga menghabiskan waktu untuk sekedar berfoto, setelah kami puas kami pulang ke samarinda, sebelum sampai samarinda kami juga mampir di stadion megah stadion utama aji imbut tenggarong seberang yang dulunya terkenal dengan nama stadion kudungga.
Kedua kalinya saya datang ke jembatan tersebut adalah ketika menyaksikan penutupan acara spektakuler suku kutai yaitu acara festival erau bulan juli 2011 lalu, acara yang menyajikan berbagai kesenian khas kutai tersebut berlangsung 7 hari di laksanakan di komplek stadion aji imbut tenggarong, saya berangkat dari samarinda sekitar jam 8 pagi bersama teman saya, karna jarak samarinda tenggarong hanya satu jam jadi kami bisa sampai di tenggarong jam 9, pertama kami menikmati indahnya taman yang tertata rapi di bawah jembatan pinggir sungai Mahakam, kami berfoto di sekitar taman dan tugu ikon kota tenggarong tersebut, setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke komplek stadion aji imbut untuk menyaksikan persiapan penutupan pesta erau yang akan dilaksanakan malam hari, disana ada banyak juga pedagang makanan yang berasal dari jawa terlebih jawa timur dan daerah lain di indonesia, setelah kami puas mengelilingi komplek tersebut kami lanjut ke kontrakan saudara teman saya di daerah pedalaman tenggarong, sekitar satu jam kami sampai di kontrakan tersebut, di rumah kayu sederhana di pinggir waduk genangan air meraka tinggal bersama warga asli penduduk sana. Saat itu saya ingat betul ketika saya sampai di kontrakan sana saat itu pula kongres luar biasa untuk memilih ketua umum PSSI digelar, meskipun disana termasuk pedalaman tapi akses jaringan televisi tetap ada, disana saya bisa merasakan bagaimana kerasnya hidup jauh dari perhatian pemerintah, bayangkan saja hidup bak ditengah hutan akses jalanpun tak ada air bersih pun tak ada, mereka hidup penuh kesederhanaan, pendidikan pun sulit di jangkau karna terlalu jauh, di sekitar rumah yang di kelilingi genangan air waduk tersebut banyak anak yang tidak bisa sekolah, mereka hanya mengembala bebek-bebek di sekitar waduk, ironis bukan?, padahal Kalimantan adalah pulau kaya namun kesejahteraannya pun kurang merata antara mereka yang ada diperkotaan dan mereka yang ada di pedalaman, setelah kami beristirahat di kontrakan tersebut kami melanjutkan perjalanan, dari dulu niat saya ke Kalimantan bukan hanya untuk kerja saja tapi juga ingin mempelajari kerajaan hindu pertama di nusantara yaitu kerajaan kutai yang berpusat di tenggarong, dan akhirnya keinginan itu terwujud, setelah berpamitan dengan saudara yang ada di kontrakan tersebut kami langsung menuju ke museum raja tenggarong atau yang lebih terkenal dengan nama museum mulawarman, cukup 45 menit kami sampai disana, kami sempat berfoto di dalam museum yang memang banyak patung yang melambangkan kejayaan kerajaan kutai masa lampau. Tak berapa lama di museum tersebut ada acara (rangkaian dari acara erau), entah acara apa, seperti penyerahan benda pusaka oleh leluhur kutai dan pembacaan do’a, saat itu saya merasa mistis ketika sang raja tenggarong menyebar beras yang berwarna-warni dan beberapa sesaji di depan penonton, kebetulan saya berdiri di depan para pengawal raja yang juga menyebar sesaji tersebut, saya pun ikut berebut sesaji itu sampai terinjak-injak penonton yang lain karna posisi saya paling depan dan tak siap jika ada rebutan sesaji, untunglah saya tidak cidera. Dari hasil rebutan tersebut saya mendapat segenggam beras warna dan saya kantongi di saku saya, padahal saya tidak tahu apa maksudnya, namun dari beberapa keterangan warga yang ikut berebut, bagi siapa yang mendapat sesaji tersebut hidupnya akan sejahtera dan mendapat berkah. Setelah itu semua penonton dipersilahkan masuk ke dalam museum yang tak kalah mistisnya, disana sang leluhur mereka bertempat tinggal, sedikit bercerita, konon Erau berasal dari bahasa Kutai, eroh yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan. Setelah mendapat keterangan dari leluhur kami lalu mengelilingi museum tersebut dan melihat Naga Mekes, naga yang akan dilarung di atas kapal menyusuri sungai Mahakam dari kewasan kutai kartanegara ing martadipura (tenggarong) sampai ke kutai lama (anggana). Setelah itu kami ke belakang museum, inilah yang saya tunggu bisa melihat makam para raja-raja tenggarong dan sedikit peninggalan kerajaan kutai, kami sempat mengabadikan beberapa makam, dan saya juga sempat ngobrol bersama juru kunci makam tersebut dan mendapat sedikit cerita sejarah baik tentang kerajaan kutai maupun raja-raja di kota tenggarong, waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore karna museum akan dipersiapkan untuk acara malam maka sementara museum ditutup, kamipun pulang menuju samarinda, sebelum pulang kami sempat berhenti di pinggir sungai Mahakam melihat indah dan megahnya jembatan golden gate-nya Kalimantan itu dari dekat, sedikit mengobrol dengan teman dan melepas dahaga sambil bersantai menikmati senja. Hingga masih terasa indahnya dan tak pernah terlupakan olehku sampai saat ini suasana kala itu, sampai saat itu hingga sekarang saya sudah di jawa belum pernah kesana lagi, namun sayang kabar yang ada malah kabar buruk tentang ambruknya jembatan yang baru di bangun tahun 2001 tersebut, jembatan itu roboh tatkala tepat ketika saya terakhir melihat kemegahannya yaitu pukul 4 sore, sekarang jembatan tersebut sudah hancur, rasa kehilangan sepertinya ada di diriku dan sekarang saya hanya bisa menyimpan kenangan disana, kenangan foto akan kemegahan jembatan gerbang raja dan keindahan kota tenggarong yang pernah aku kunjungi, berharap suatu saat nanti saya masih bisa kembali ke tanah etam borneo tersebut untuk melepas kerinduan di tanah kaya nan ramah itu untuk bisa melihat jembatan megah kembali berdiri kokoh di jantung kota raja tenggarong kutai kartanegara. satu kalimat untuk bisa menggambarkan suasana hati ini untuk dua kota yang kuanggap bagian hidupku dan mulai ku cintai, “ I miss you samarinda and kutai kartanegara…"
















Baca Selengkapnya >>